Latar Tempat:
Gazebo yang terletak di area taman dekat gedung jurusan Matematika FKIP Universitas Palangka Raya. Dikenal sebagai "Gazebo Matematika" karena sering digunakan mahasiswa prodi tersebut untuk berdiskusi. Waktu menunjukkan sore menjelang malam, langit di ufuk barat berwarna jingga pekat.
Tokoh:
1. LAMTIUR (20 tahun): Mahasiswi yang teliti dan terorganisir. Baru saja menyelesaikan tugas berat sebagai sekretaris kepanitiaan.
2. LINGGOM (21 tahun): Mahasiswa yang santai dan lebih banyak bekerja di lapangan. Bertugas di divisi perlengkapan pada kepanitiaan yang sama.
(Cerita dimulai)
ADEGAN 1
LAMTIUR duduk sendirian di gazebo. Di depannya ada sebuah map tebal berisi laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang baru saja ia serahkan ke BEM. Ia tidak sedang membukanya, hanya menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong, seolah sedang memutar ulang semua kelelahan beberapa minggu terakhir. Ia menghela napas panjang.
LINGGOM berjalan dari arah gedung kuliah, tas ranselnya tersampir di satu bahu. Ia melihat Lamtiur dan berhenti sejenak, tampak ragu, lalu memutuskan untuk menghampiri.
LINGGOM: Lamtiur, kan? Sekretaris acara Dies Natalis kemarin.
(Lamtiur sedikit terkejut, lalu menoleh dan mencoba mengenali.)
LAMTIUR: Eh, iya. Kamu... Linggom dari divisi perlengkapan, ya? Yang waktu itu angkat-angkat panggung sampai malam.
LINGGOM: (Tersenyum kecil dan mengangguk)
Nah, betul. Boleh duduk sini? Cuma mau lurusin kaki sebentar.
LAMTIUR: Oh, boleh, boleh. Silakan. Kosong, kok.
(Linggom duduk di bangku seberang, menjaga jarak. Ada sedikit kecanggungan di antara mereka. Ia meletakkan ranselnya di samping.)
LINGGOM: Baru selesai urus LPJ, ya? Kelihatannya bebannya baru terangkat semua.
LAMTIUR: (Tertawa kecil, sedikit getir)
Kelihatan banget, ya? Iya, barusan serahin ini ke BEM. Sumpah, rasanya lebih pusing bikin laporan daripada menjalankan acaranya. Revisi proposal, catat notulensi setiap rapat, rekap kuitansi... kepalaku isinya cuma itu sebulan ini.
LINGGOM: Percaya, sih. Kalau kami di perlengkapan kan pusingnya fisik. Angkut sound system, pasang tenda di bawah terik matahari, begadang jaga properti. Pas acara selesai, ya sudah, tinggal istirahat. Kalau sekretaris, kerjanya malah baru dimulai setelah acara selesai.
LAMTIUR: Nah, itu dia! Kadang aku iri sama kalian. Kelihatannya seru, kerja bareng, ketawa-ketawa di lapangan. Kalau aku kan di sekre terus, hadapannya laptop dan printer.
LINGGOM: Seru sih seru, tapi ada juga dramanya. Waktu H-1, genset yang kita sewa tiba-tiba rusak. Panik satu divisi. Untung ada yang punya kenalan, jadi dapat pinjaman dari gereja dekat sini. Hampir saja acara pembukaan kita pakai lilin.
LAMTIUR: (Matanya membelalak)
Serius? Aku nggak tahu soal itu. Nggak ada yang lapor ke aku.
LINGGOM: (Terkekeh)
Ya sengaja nggak dilaporin. Biar divisi inti nggak ikut panik. Kalian sudah cukup pusing sama rundown dan perizinan. Tugas kami kan memastikan di lapangan semua beres, apa pun caranya.
(Lamtiur tersenyum, kali ini senyum yang tulus. Ia menatap Linggom dengan pandangan berbeda.)
LAMTIUR: Wah... keren. Aku baru sadar, ternyata di balik setiap acara yang kelihatan lancar, ada banyak sekali "kebakaran" kecil yang nggak pernah kita tahu, ya. Terima kasih, ya. Kalian hebat.
LINGGOM: Sama-sama. Divisi sekretariat juga hebat. Tanpa proposal dan surat-surat dari kalian, kami di lapangan nggak akan bisa gerak. Kita semua cuma bagian kecil dari mesin yang sama.
(Hening sejenak. Suara azan Magrib mulai terdengar dari kejauhan, memecah keheningan senja.)
LAMTIUR: Kamu sendiri... kenapa mau ikut panitia? Apalagi di divisi yang paling capek.
LINGGOM: Entahlah. Cari pengalaman, mungkin? Biar ada cerita saja pas tua nanti. Kalau kamu? Kelihatannya kamu orang yang terorganisir, cocok jadi sekretaris.
LAMTIUR: (Sedikit malu)
Sebenarnya aku dipaksa awalnya. Aku orangnya nggak enakan. Tapi setelah dijalani... aku jadi belajar banyak. Belajar bilang ‘tidak’, belajar mengatur waktu, belajar percaya sama orang lain. Capek, sih. Tapi kalau ditawari lagi tahun depan... mungkin aku mau.
LINGGOM: (Tersenyum lebih lebar)
Sama. Aku juga.
(Suara azan selesai. Lampu-lampu taman di sekitar mereka mulai menyala satu per satu.)
LINGGOM: Sudah malam. Nggak pulang?
LAMTIUR: Iya, ini mau pulang. Mau cari makan dulu tapi. Lelahnya sudah, laparnya datang.
LINGGOM: Kalau begitu... mau cari soto di depan gerbang bareng? Sebagai perayaan kecil karena LPJ sudah selesai dan semua drama kepanitiaan sudah berakhir.
(Lamtiur menatap Linggom, ragu sejenak, lalu tersenyum dan mengangguk.)
LAMTIUR: Boleh. Ayo.
Mereka berdua bangkit, membereskan barang masing-masing, dan berjalan berdampingan meninggalkan gazebo, di bawah langit yang sudah sepenuhnya gelap. Sebuah pertemuan pertama yang menutup babak kepanitiaan dan mungkin, membuka babak yang baru.
(Selesai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar