Cerita ini sebenarnya kisah saya lagi, tetapi saya tidak bersedia menceritakan nyata nya hahahaha, rasanya campur aduk waktu itu perasaan saya hahahah..
WARISAN LANGIT SENJA
Genre: Drama keluarga – perjuangan – inspiratif
Lagu Inspirasi: “Cukup Siti Nurbaya” – Dewa 19
Penulis: Freddy Nainggolan
DAFTAR TOKOH
Pardi : Lelaki muda, 25 tahun. Pernah idealis dan keras kepala, kehilangan arah setelah cinta dan ayahnya pergi.
Ibu Arga : Ibunya Pardi, sederhana tapi bijak. Menyimpan kesedihan dalam keteguhan.
Gultom : Sahabat Pardi sejak kecil. Lucu, realistis, tapi berhati tulus.
LATAR WAKTUNYA DAN TEMPATNYA
Tempat: Rumah keluarga Pardi di pinggir kota, dengan ruang tamu sederhana, foto mendiang ayah di dinding, dan suara kendaraan jauh.
Waktu: Dari sore menuju pagi hari — perjalanan batin dari gelap menuju terang.
STRUKTUR LAKONNYA
ADEGAN 1 – Sore yang sunyi
(Lampu temaram. Hujan rintik terdengar. Di ruang tamu, Ibu Arga melipat pakaian. Pardi duduk termenung di depan foto ayahnya.)
Ibu Arga:
Sudah tiga hari kamu duduk di situ, Nak. Foto itu nggak akan menjawab pertanyaanmu.
Pardi:
Aku cuma… rindu, Bu.
Kalau Ayah masih ada, mungkin semuanya nggak begini.
Ibu Arga:
Kamu pikir Ayahmu dulu nggak pernah jatuh?
Dia juga pernah merasa kehilangan arah. Tapi dia nggak berhenti.
Pardi:
Aku udah coba kerja di luar, Bu. Tapi semuanya berantakan.
Bengkel Ayah tinggal nama. Aku gagal terus.
Ibu Arga :
Nak, Ayahmu nggak minta kamu jadi dia.
Dia cuma mau kamu berdiri lagi dengan cara kamu sendiri.
ADEGAN 2
Datangnya Gultom
Gultom:
Permisi! Ada orang hidup di rumah ini, atau semuanya udah berubah jadi patung galau?
Pardi:
Kopi apa ini, Tom? Bau pahitnya udah kayak nasibku.
Gultom:
Halah, paling nggak kopi ini masih hangat, beda sama semangatmu.
Kamu tuh kenapa, sih? Masih mikirin dia?
Pardi:
Udah nikah, Tom. Udah punya hidup yang baru.
Aku yang masih di sini, stuck. Semua mimpi kayak sia-sia.
Gultom:
Eh, denger ya, Pardi.
Kadang orang pergi bukan buat ninggalin, tapi buat nyuruh kita sadar:
hidup nggak berhenti di satu orang.
Pardi:
Tapi aku nggak tahu mau mulai dari mana lagi.
Gultom :
Mulai dari yang tersisa. Dari bengkel itu, dari Ibumu, dari dirimu sendiri.
(Gultom mengambil gitar, memetik pelan intro “Cukup Siti Nurbaya.”)
Gultom menyanyi pelan :
"Aku tak rela... kau dipaksa untuk menikah..."
Pardi :
Lagu itu… dulu lagu favoritku sama dia.
Sekarang rasanya kayak tamparan.
Gultom:
Biarin. Kadang tamparan itu bikin kita bangun.
ADEGAN 3
Malam Kesadaran
(Lampu remang. Pardi menatap foto ayahnya, berbicara pelan.)
Pardi:
Yah… aku dulu cuma mau bikin Ayah bangga.
Tapi yang kulakukan malah nyia-nyiain waktu.
Sekarang bengkel tinggal puing, mimpi tinggal debu.
(hening sebentar)
Pardi (menghela napas panjang):
Tapi mungkin… ini saatnya aku benerin semuanya.
Aku bakal hidupin lagi bengkel itu.
Bukan buat buktiin apa-apa, tapi buat nerusin langkah Ayah.
ADEGAN 4
Cahaya Pagi
Ibu Arga (terkejut bahagia):
Pardi? Kamu… udah rapi begini?
Pardi (tersenyum):
Aku mau ke bengkel, Bu.
Aku dengar mesin lama Ayah masih ada.
Katanya rusak parah, tapi… aku mau coba benerin.
Ibu Arga (terharu):
Ayahmu pasti bangga.
Dia selalu bilang, “Lelaki sejati bukan yang tak pernah jatuh, tapi yang tahu kapan harus bangkit.”
Pardi:
Sekarang aku tahu maksudnya, Bu.
Aku nggak mau terus lari dari warisan Ayah.
ADEGAN 5
Penutup
Gultom:
Nah! Tadaa! Papan barunya udah jadi.
Gratis, tapi kamu harus traktir kopi tiap sore, ya!
Pardi (tertawa):
Kopi pahit kayak hidup, tapi bikin kuat. Deal.
Ibu Arga (tersenyum):
Akhirnya rumah ini punya tawa lagi.
Ayahmu pasti tersenyum di sana.
Pardi:
Sekarang… aku bukan lagi anak yang kalah.
Aku cuma anak yang belajar berdiri lagi.
(Mereka bertiga berdiri bersama, memandang langit jingga senja.)
Gultom:
Langitnya indah ya.
Ibu Arga:
Itu tanda hari baru, Nak.
Tanda kalau hidup masih mau menunggu kita.
Pesan Moral :
> Warisan sejati dari seorang ayah bukanlah harta,
> melainkan keberanian anaknya untuk bangkit dan meneruskan hidup.
"Aku tak rela... kau dipaksa untuk menikah..." liriknya dapat dari mana?
BalasHapus